Hai kamu. Lagi apa?
Bersama dengan turunnya butir-butir air langit siang ini, aku mencoba untuk menyuratimu. Iya, ini surat untukmu, surat yang ditulis dengan cinta yang dimaksimalkan. Walau aku sama sekali tak pandai dalam membuat surat cinta.
Sepertinya kamu belum menjawab pertanyaanku, jadi boleh ya aku bertanya sekali lagi, kamu lagi apa?
Jawab saja, jawab keras-keras sampai angin membawa gelombang suaramu hinggap di telingaku. Dengan begitu aku sudah merasa puas.
Bingung ya? Iya, kerutan di keningmu bisa menggambarkan kebingunganmu kok. “Kenapa aku mengirim surat ini untukmu?” itu kan pertanyaan yang sedari tadi berputar-putar cepat di otakmu?
Baiklah, aku juga tidak punya alasan khusus sebagai jawabannya. Aku hanya melakukan yang aku suka. Dan aku suka menyuratimu, seperti sekarang.
Terima kasih masih memfokuskan matamu pada rangkaian kata yang aku susun. Sebenarnya, aku hanya ingin meminta maaf. Maaf karna mungkin aku terlalu gede rasa dan maaf karna aku menyimpan rasaku ini hanya untuk diriku sendiri, dan terlalu egois untuk memberitahukannya kepadamu.
Kamu tahu kenapa?
Karena aku terlalu takut. Karena kita berteman. Karena aku terlalu takut akan berubahnya keadaan. Kata orang, kejujuran itu kadang menyakitkan, bukan? Aku takut keadaan berbalik seratus delapan puluh derajat saat kamu tahu bahwa aku, temanmu, menyukaimu.
Kenapa bisa aku menyukaimu?
Ya, itu juga pertanyaan yang sering datang dan pergi menyambangi otakku yang tidak terlalu pintar ini. Mungkin jawabannya akan klise, tapi ya begitulah adanya, jangan tertawakan aku ya. Aku suka kamu karena kamu baik. Aku selalu suka saat kamu menolongku, saat kita menghabiskan waktu bersama, bahkan aku suka melihat matamu yang teduh itu, saat itulah aku akan sangat gede rasa.
Aku tahu kamu memang baik, dan seharusnya karena aku tahu kamu baik, aku tidak perlu punya rasa ini ya. Karena kamu memang begitu, kamu baik kepada semua orang, semua teman-temanmu. Mungkin aku yang salah mengartikan kebaikanmu.
Lantas kenapa aku harus merasa spesial? Itu yang belum bisa aku jawab sampai sekarang.
Bukankah cinta datang tiba-tiba? Yah, anggap saja itu jawabannya. Aku juga tidak tahu kenapa aku masih merasa spesial –padahal mungkin kamu menganggapku sama saja dengan teman-temanmu yang lain– dan masih menyukai dirimu.
Tapi tolong, hargai perasaanku dan kejujuranku ya. Aku tidak akan mengganggu hidupmu kok. Aku juga tidak berharap kisah kita berakhir bahagia seperti dongeng-dongeng pengantar tidur. Aku hanya mencoba untuk menghilangkan rasa egoisku dan membiarkan kamu tahu akan apa yang aku rasa, dan aku bingung bagaimana caranya, mungkin itu alasan lain aku menyuratimu, selain karena aku memang senang menyuratimu.
Masih bersama butir-butir air langit yang jatuh diatap dan menimbulkan bunyi yang menenangkan hati, kusudahi surat ini untukmu.
Aku harap statusku tidak berubah, semoga kita masih berteman.
No comments:
Post a Comment